Sunday 4 August 2013

MITOS TENTANG ASPARTAM (PEMANIS BUATAN RENDAH KALORI )


Apa itu Aspartam ?? banyak sekali mitos yang beredar ditengah masyarakat tentang pemanis buatan ini. Dan banyak yang mengesankan produk ( zat ) ini adalah zat yang berbahaya untuk dikonsumsi oleh tubuh manusia. Banyak dugaan bahwa dengan mengkonsumsi aspartam dapat meningkatkan nafsu makan, hasrat kepada rasa manis, dan meningkatkan berat badan,penyakit neurologis dan kanker.


Dari hasil jurnal, para ahli toksikologi, dan pakar aspartam di dapatkan kebenaran untuk mengungkap fakta bagi para ahli kesehatan profesional dan awam tentang aspartam ini.


DEFINISI


Aspartam terbuat dari dua zat pembangun ( asam amino) yang sama dengan pembentuk protein yaitu asam aspartat dan fenilalanin.


Kedua senyawa asam amino ini sendiri tidak memberikan rasa manis, tetapi saat asam aspartat digabungkan dengan molekul fenilalanin yang telah mengikat suatu gugus metil maka itulah yang kita sebut dengan aspartam.  Suatu senyawa yang akan terasa sangat manis.


Aspartam secara tekhnis adalah pemanis berkalori karena menghasilkan 4 kalori per gram. Namun, karena aspartam ini memiliki sekitar 200 kali lebih manis daripada gula, 190 miligram aspartam berdaya manis sama dengan 40gram (160 kalori) gula. Maka aspartam dikategorikan sebagai pemanis buatan rendah kalori.


KEAMANAN UNTUK KONSUMSI ASPARTAM


Aspartam adalah suatu zat yang paling seksama dikaji, dengan lebih dari 200 penelitian ilmiah memastikan keamanannya. Dan bahan ini digunakan pada lebih dari 6000 produk yang tersebar di seluruh dunia.



Aspartam ditemukan pada 1965 dan disetujui penggunaannya oleh U.S Food & Drug Administration ( FDA – Badan Pengawas Pangan dan Obat Amerika Serikat ) pada tahun 1981. Aspartam boleh digunakan pada produk makanan dan minuman di lebih dari 100 negara di dunia. Badan berwenang lain yang telah mengakui dan menyetujui penggunaan aspartam mencakup Joint FAO/ WHO Expert Committee on Food  Additives ( JECFA- Komite Pakar Gabungan untuk zat aditive pangan), European Food Safety Authority (EFSA – Otoritas Keamanan Pangan Eropa ), AFSSA – French Food Safety Agency ( Badan Keamanan Pangan Perancis ). Dan di Indonesia penggunaan aspartam telah disetujui pada makanan dan minuman sejak tahun 1988.


PENELITIAN YANG MENDUKUNG


Sekumpulan penelitian yang luas memastikan bahwa pemanis rendah dan tanpa kalori tidak meningkatkan nafsu makan, asupan pangan, atau pun hasrat akan rasa manis, dan ketika makanan dan minuman yang dimaniskan dengan pemanis rendah dan tanpa kalori digunakan secara konsisten sebagai pengganti pilihan berkalori lebih tinggi, makanan dan minuman itu berpotensi mendukung pengelolaan berat badan.


1. Sebuah studi pada tahun 2012 menemukan bahwa mengganti minuman berpemanis gula dengan minuman diet menghasilkan penurunan berat 2,5% dibandingkan dengan penurunan 2,0% bila menggantinya dengan air.


2. Sebuah studi pada tahun 2011 menemukan bahwa efek metabolis dari minuman kola diet “utamanya netral dan sangat mirip dengan efek dari air.”


3. Sebuah studi pada tahun 2010 tentang efek stevia, aspartam, dan sukrosa pada asupan pangan, rasa kenyang, dan tingkat glukosa dan insulin pasca-makan oleh Anton dkk. menyimpulkan bahwa pemanis rendah dan tanpa kalori tidak meningkatkan rasa lapar atau menyebabkan orang makan lebih banyak.Orang yang mengonsumsi stevia atau aspartam mengonsumsi kalori jauh lebih sedikit, namun, walaupun mendapat lebih sedikit kalori, melaporkan secara keseluruhan tidak adanya perbedaan dalam tingkat rasa lapar.


4. Sebuah studi tahun 2010 terhadap peserta Lembaga Kontrol Berat Badan memperlihatkan bahwa penggunaan teratur makanan dan minuman yang dimaniskan dengan pemanis rendah dan tanpa kalori adalah strategi umum yang digunakan oleh orang yang telah meraih keberhasilan jangka panjang dalam menjaga penurunan berat badan yang signifikan.


5. Sebuah kajiantahun 2009 terhadap 224 studi tentang efek pemanis rendah dan tanpa kalori terhadap nafsu makan, asupan pangan, dan berat badan oleh Mattes and Popkin menemukan bahwa walaupun uji coba jangka pendek menghasilkan bukti yang tidak seragam mengenai turunnya asupan energi bersama penggunaan pemanis rendah dan tanpa kalori, “uji coba berjangka lebih panjang – boleh dikatakan studi yang lebih relevan secara gizi – menunjukkan secara konsisten bahwa penggunaan pemanis rendah dan tanpa kalori berakibat pada asupan energi yang sedikit lebih rendah.”Studi itu juga mencatat bahwa “hubungan sebab-akibat terbalik tetap menjadi penjelasan yang mungkin” bagi setidaknya sebagian temuan epidemiologis baru-baru ini yang mengaitkan penggunaan pemanis rendah dan tanpa kalori dengan penambahan berat badan, dan bahwa ’jika disatukan, bukti yang kami dan orang-orang lain rangkum mengisyaratkan bahwa jika pemanis non-kalori digunakan sebagai pengganti pemanis penghasil energi yang lebih tinggi, pemanis non-kalori tersebut berpotensi membantu pengelolaan berat badan.’’


[Catatan:“Pemanis non-kalori” adalah istilah alternatif yang digunakan oleh ahli gizi untuk menjelaskan pemanis rendah dan tanpa kalori.]


6. Sebuah kajian kepustakaan berdasarkan bukti ilmiah pada tahun 2009 tentang aspartam oleh Academy of Nutrition and Dietetics (Akademi Gizi dan Dietetika) menemukan bukti kuat (jenjang mutu 1) bahwa aspartam tidak meningkatkan nafsu makan atau asupan pangan.


7. Sebuah kajian pada tahun 2007 yang mengevaluasi beragam studi laboratorium, klinis, dan epidemiologis tentang pemanis rendah dan tanpa kalori, padatenergi, dan rasa kenyang oleh Bellisle dan Drewnowski menyimpulkan: “Walaupun bukan solusi paling ampuh, pemanis rendah dan tanpa kalori pada minuman dan makanan dapat membantu orang mengurangi asupan kalori (energi).”


8. Sebuah studi pada tahun 2005 yang menggunakan data survei diet nasional untuk membandingkan kualitas pola konsumsi keseluruhan antara pengguna makanan serta minuman rendah kalori bebas gula dan bukan pengguna,Sigman-Grant menemukan bahwa kelompok pertama (pengguna) mungkin memilih pola konsumsi yang lebih sehat. Hasil studi memperlihatkan bahwa pola konsumsi pengguna pemanis rendah dan tanpa kalori bukan hanya berisi kalori lebih sedikit, namun juga vitamin dan mineral lebih banyak serta kualitas gizi yang lebih baik secara keseluruhan.


9. Sebuah uji coba kontrol acak selama dua tahunan tentang dampak penggunaan aspartam pada penurunan berat badan dan pemeliharaan penurunan berat badan orang gemuk oleh Blackburn dkk. menemukan bahwa pengguna aspartam memperoleh kembali kurang dari setengah jumlah berat yang diraih oleh bukan pengguna (kontrol) pada titik uji dua tahun berikutnya.



ASUPAN HARIAN YANG DI IJINKAN ( ADI – Acceptable Daily Intake )


Pakar ilmiah yang kompeten menetapkan tingkat aman bagi konsumsi setiap bahan pangan yang digunakan pada makanan dan minuman, termasuk aspartam serta pemanis rendah dan tanpa kalori lainnya. Tingkat aman ini, disebut dengan Asupan Harian yang Diijinkan ( ADI – Acceptable Daily Intake), dinyatakan dalam miligram per kilogram berat badan dan mencerminkan jumlah yang boleh di konsumsi tiap hari seumur hidup seseorang tanpa efek buruk bagi para kesehatannya. ADI didasarkan pada sekumpulan luas studi keamanan pangan.


FDA menetapkan ADI untuk aspartam pada 50 miligram/Kg berat badan per hari. Untuk memberikan perbandingan, orang dengan berat badan 70 Kg dapat mengkonsumsi dengan aman 3500 miligram aspartam dalam sehari.


Sebagai contoh : dalam  1 kaleng minuman ringan ber-pemanis aspartam (330 ml) mengandung sekitar 185 miligram aspartam. Maka, untuk melampaui ADI, orang dewasa akan perlu menghabiskan lebih dari 19 kaleng minuman ringan atau 100 bungkus permen meja per hari.


PENELITIAN MENJAWAB KECEMASAN PUBLIK


Pada tahun 2010, pakar nasional dari Uni Eropa meninjau keamanan aspartam dan tidak menemukan bukti baru apa pun yang meragukan keamanan bahan ini.


Kanker: Pertanyaan mengenai keamanan aspartam diangkat pada tahun 1996 oleh sebuah laporan yang mengisyaratkan terdapat kenaikan rasio tumor otak antara tahun 1975 dan 1992 dan mungkin dapat dikaitkan dengan diperkenalkannya aspartam di Amerika Serikat. Akan tetapi, sebuah analisis oleh U.S. National Cancer Institute (NCI – Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat) memperlihatkan bahwa kanker otak dan sistem saraf pusat mulai naik 8 tahun sebelum disetujuinya aspartam dan terus meningkat hingga tahun 1985, dan bahwa kenaikan kasus terjadi utamanya pada orang berusia 70 tahun atau lebih – sebuah kelompok dengan keterpaparan yang rendah terhadap aspartam.


Pada tahun 2011, European Food Safety Authority (EFSA – Otoritas Keamanan Pangan Eropa) mengkaji studi yang mengindikasikan kaitan keterpaparan tikus terhadap aspartam dengan pertumbuhan tumor yang karsinogenik. EFSA juga mengkaji studi kedua yang memperlihatkan dugaan adanya kaitan antara konsumsi minuman berpemanis buatan dengan kelahiran prematur pada sampel sebanyak 59.334 ibu hamil. EFSA menyimpulkan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung kaitan sebab-akibat antara konsumsi aspartam yang digunakan untuk memproduksi minuman serta makanan dan kelahiran prematur pada perempuan hamil, atau pertumbuhan tumor yang karsinogenik.


Pada sebuah studi lain, U.K. Food Standards Agency (FSA – Badan Standar Pangan Inggris) menerbitkan laporan pada bulan Maret 2011 yang menyatakan bahwa FSA Independent Committee on Toxicity (Komite Toksisitas Independen FSA) telah menyimpulkan bahwa keterpaparan jangka panjang terhadap metanol yang dikonsumsi melalui makanan, antara lain dari aspartam, cenderung tidak membahayakan kesehatan.Dan terakhir, penelitian telah memperlihatkan bahwa tidak ada kaitan antara konsumsi aspartam dan kenaikan rasio tumor otak manusia.


Pada tahun 2006, U.S. National Cancer Institute (NCI – Lembaga Kanker Nasional Amerika Serikat) meneliti data lebih dari setengah juta pensiunan dan menyimpulkan bahwa “konsumsi yang meningkat terhadap minuman yang mengandung aspartam tidak terkait dengan pertumbuhan limfoma, leukemia, atau kanker otak.


Banyak studi dilakukan pada aspartam dibandingkan bahan pangan lain apa pun, termasuk studi-studi mendalam faktor penyebab kanker. Berdasarkan kualitas dan jumlah studi ini, para pakar dan badan pengatur di seluruh dunia telah sepakat bahwa aspartam tidak menyebabkan kanker. Lebih khusus lagi, studi genotoksisitas pada binatang, sel, dan bakteri telah memperlihatkan secara konsisten bahwa aspartam tidak menyebabkan mutasi—atau perubahan—di dalam DNA sel. Mutasi biasanya langkah pertama pada pertumbuhan kanker. 


Aspartam juga telah diuji secara luas melalui studi pemberian makan binatang untuk menentukan bisa atau tidaknya zat ini menyebabkan atau meningkatkan kanker. Hasil-hasil dari semua studi ini memperlihatkan tidak adanya kenaikan pada kanker, kecuali untuk tiga studi yang dilakukan oleh kelompok Soffritti di satu laboratorium di Italia. Ketiga studi itu memicu penyelidikan besar-besaran oleh otoritas internasional di seluruh dunia, antara lain EFSA, FDA, Health Canada, dan National Toxicology Program AS. Badan-badan pakar ini menyimpulkan dengan suara bulat bahwa karena cacat serius dalam metodologi dan penafsirannya, studi Soffritti tidak memberikan bukti tepercaya bahwa aspartam bersifat karsinogenik dan tidak memberikan dasar bagi perubahan ADI yang telah ditentukan untuk aspartam. 


Studi epidemiologis tentang aspartam dan kanker telah juga menemukan secara konsisten tidak adanya kaitan antara konsumsi aspartam dan kanker. Satu laporan yang bertentangan tentang risiko tumor otak melihat pada kejadian tumor otak di beberapa lokasi di Amerika Serikat sebelum dan setelah aspartam memasuki pasar, namun penelitinya tidak memastikan apakah subjek yang mengidap tumor otak telah benar-benar mengonsumsi aspartam. Semua studi selanjutnya yang benar-benar mengukur konsumsi aspartam tidak menemukan efek.



Sakit kepala: Sebagian besar studi yang menyelidiki hubungan antara aspartam dan sakit kepala menunjukkan tidak adanya efek.Studi yang dilakukan pada orang-orang yang melaporkan sendiri kerentanan dirinya  terhadap sakit kepala akibat aspartam memperlihatkan tidak adanya efek yang konsisten, walaupun ada sekelumit temuan yang positif. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagian kecil populasi mungkin rentan terhadap sakit kepala yang terkait dengan aspartam, walaupun mekanismenya belum jelas. Seperti yang mungkin Anda ketahui, sakit kepala benar-benar sukar dipelajari. Kita tidak dapat benar-benar mengukur sakit kepala, sehingga harus mengandalkan pelaporan sendiri yang membuka ruang bagi masuknya pengaruh sugesti pribadi. Temuan yang tidak konsisten ini mungkin disebabkan oleh minimnya pengukuran obyektif saat awal serangan atau lamanya sakit kepala.


Gangguan neurologis, daya ingat , prilaku dan kejang : Sekalipun ada pendapat miring yang bisa Anda temukan di internet, studi yang dilakukan dengan baik dan seksama menggunakan aspartam dosis tinggi telah menunjukkan secara konsisten bahwa aspartam tidak berefek pada fungsi neurologis. 

Di dalam studi pada binatang tentang kemampuan belajar dan perilaku, binatang yang diberi aspartam dengan kadar sampai 9% dalam pola konsumsinya. Kadar ini sekitar 1.000 kali aspartam yang dikonsumsi orang rata-rata. Namun, sekalipun dosisnya sedemikian tinggi, studi memperlihatkan secara konsisten bahwa aspartam tidak berefek pada fungsi saraf, kemampuan belajar, atau perilaku. Saya pikir ini juga menggambarkan kemampuan menakjubkan tubuh untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pola konsumsi dan sumber asam amino, sesuatu yang, lagi-lagi, tidak banyak diingat orang. 


Efek aspartam pada kemampuan belajar atau perilaku telah juga diuji di dalam studi terkendali pada manusia. Studi ini meliputi studi pada dewasa dan anak sehat; anak hiperaktif atau agresif; dewasa pengidap Parkinson dan depresi; bahkan serombongan besar pilot maskapai penerbangan dimana tanggapan neurologis merupakan hak yang kritikal bagi mereka. Studi ini memperlihatkan secara konsisten tidak adanya efek aspartam pada fungsi neurologis, kecuali pada satu studi kecil dimana di dalamnya dewasa pengidap depresi dilaporkan sedikit lebih depresi setelah mengonsumsi aspartam. Studi itu belum pernah diulangi. 


Studi pada binatang dan manusia juga telah menguji efek aspartam pada kejang. Studi pada manusia meliputi anak-anak dengan riwayat kejang, penderita epilepsi, dan orang yang melaporkan sendiri kepekaan terhadap aspartam. Pada banyak dari studi ini, subjek diberi obat semu (plasebo) di satu hari dan dosis tunggal besar aspartam di hari lainnya. Uji EEG yang memantau sinyal otak memperlihatkan tidak adanya perbedaan antara plasebo dan aspartam.


Sebuah survei oleh Calorie Control Council (CCC – Dewan Kontrol Kalori) menemukan bahwa alasan utama konsumen melaporkan penggunaan pemanis rendah dan tanpa kalori adalah agar “tetap dalam kondisi sehat yang lebih baik secara keseluruhan.”


Manfaat penggunaan pemanis rendah dan tanpa kalori mencakup:


1. Sebagian besar pemanis rendah dan tanpa kalori mempunyai rasa manis beberapa ratus kali lebih besar daripada gula meja, yang berarti sedikit pemanis dapat mengganti sejumlah besar gula – dan kalori gula.


2. Pemanis rendah dan tanpa kalori tidak berkontribusi pada kerusakan gigi.


3. Pemanis rendah dan tanpa kalori tidak memengaruhi glukosa darah atau respon insulin.


4. Pemanis rendah dan tanpa kalori dapat membantu mengurangi asupan karbohidrat dan/atau kalori bila digunakan secara konsisten sebagai bagian dari pola konsumsikalori terkurangi atau pengganti pilihan berkarbohidrat lebih tinggi.


5. Pemanis rendah dan tanpa kalori membantu membuat diet rendah kalori lebih lezat, dan dapat membantu pemenuhan dan pemeliharaan berat badan jangka panjang.


6. Pemanis rendah dan tanpa kalori dapat membantu membuat makan sehat lebih menyenangkan. Temuan dari sebuah studi tentang kualitas pola konsumsi pengguna pemanis rendah dan tanpa kalori oleh Madeleine Sigman-Grant, Ph.D., R. D., mengisyaratkan bahwa orang yang menggunakan pemanis rendah dan tanpa kalori secara teratur memungkinkan seseorang memilih pola konsumsi yang lebih sehat. Studi itu menggunakan data survei pola konsumsi pada cakupan nasional untuk membandingkan kualitas pola konsumsi keseluruhan antara pengguna makanan serta minuman rendah kalori bebas gula dan mereka yang bukan pengguna. Hasilnya memperlihatkan bahwa pola konsumsi kelompok pengguna tidak hanya makanannya mengandung kalori lebih sedikit, namun juga vitamin dan mineralnya lebih banyak dan kualitas gizinya lebih baik secara keseluruhan.


7. Pemanis rendah dan tanpa kalori adalah pilihan yang aman. Satu-satunya pengecualian untuk aspartam adalah Orang yang lahir dengan kelainan turunan langka fenilketonuria (PKU) harus menghindari aspartam karena bahan ini mengandung asam amino fenilalanin, yang tidak dapat dimetabolisasi tubuhnya. Tentu saja, penting bagi semua orang tua untuk membahas setiap masalah yang terkait dengan berat badan dan pola konsumsianak, termasuk didalamnya penggunaan pemanis rendah dan tanpa kalori, dengan dokter atau dokter anak.


8. Menurut American Diabetes Association (Asosiasi Diabetes Amerika), “pemanis non-kalori yang ditambahkan ke dalam pola konsumsi telah terbukti mendorong pengurangan berat badan sedang, di dalam sebuah program multi-disiplin kontrol berat badan, dapat mendukung program pengurangan berat badan dalam jangka panjang.” Pemanis rendah dan tanpa kalori dapat membantu orang yang kelebihan berat badan atau mengidap diabetes untuk mengurangi asupan kalori serta patuh kepada suatu rencana makan sehat.

[Catatan: “Pemanis non-kalori ” adalah istilah alternatif yang digunakan oleh ahli gizi untuk menjelaskan pemanis rendah dan tanpa kalori.]


Walaupun pemanis rendah dan tanpa kalori dapat bermanfaat pada pengelolaan berat badan, jelas bahwa manfaat itu bergantung pada cara orang menggunakannya. Mereka yang mengonsumsi makanan dan minuman dengan pemanis rendah dan tanpa kalori dengan bijak, dan secara teratur menggunakannya sebagai pengganti makanan dan minuman berkalori lebih tinggi di dalam pola konsumsinya, dapat merasakan manfaat dari bahan ini itu dalam menjaga agar kalori tetap terkendali. Namun, pemanis jelas-jelas tidak akan mencegah penambahan berat badan pada orang yang menggunakannya sebagai pengontrol konsumsi makanan dan minuman kalori tinggi secara berlebihan, atau berupaya menjaga asupan energi agar sejalan dengan kebutuhan energi tubuh meski tingkat aktifitas fisiknya rendah.





Jadi produk yang mengandung aspartam aman bagi tubuh, mari jadilah bijak.. GBU

No comments:

Post a Comment